Iklan

Iklan feed

,

Iklan

 



Imam Al-Ghazali kembali menjadi sorotan ilmuan modern tentang teori dan karya yang sangat relevan !

Naratawa
Senin, 22 September 2025, September 22, 2025 WIB Last Updated 2025-09-23T04:15:56Z
Gambar : ilustrasi Pinterest
Naratawa.id - Imam Abu Hamid Al-Ghazali, yang dikenal sebagai “Bukti Islam”, adalah tokoh yang sangat berpengaruh dalam sejarah budaya dan agama, dan kini, pengaruhnya muncul kembali melalui tiga novel Arab kontemporer yang di dalamnya ia menjadi tokoh utamanya.

Seribu tahun setelah kematiannya pada abad ke-12 M, ia tampaknya kembali relevan di era modern, karena para penulis menyalurkan tantangan, konflik, dan kondisi zaman kita serta menemukan kesamaan dengan kehidupan dan masa tokoh terkemuka ini dalam sejarah Islam.

Al-Ghazali adalah seorang pemikir yang secara mendalam membentuk eranya sendiri dan abad-abad setelahnya. Karya pentingnya, Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama , tetap menjadi landasan pembaruan dalam pemikiran Islam.

Keterlibatan kritisnya dengan para filsuf dan teolog pada masanya menghasilkan wawasan yang terus memengaruhi wacana kontemporer.

Menurut kalender Hijriah, Al-Ghazali hidup pada abad ke-5. Masa itu merupakan masa transformasi intelektual dan sosial-politik yang luar biasa. Ia menyaksikan perdebatan sengit di antara para ulama, mengamati interaksi yang kompleks antara kaum intelektual dan penguasa, serta dekat dengan para menteri dan khalifah.

Yuk, kita simak pengaruh pemikiran dan karya Imam Ghozali di berbagai Aspek : 


Pemikiran tentang Pendidikan dan Pembinaan Karakter

 
Al-Ghazali juga memberikan kontribusi besar dalam pemikiran pendidikan. Ia percaya bahwa pendidikan yang baik harus mencakup pembinaan akal, hati, dan perilaku. Pembahasan mengenai pentingnya adab (etika) dalam proses belajar mengajar telah membentuk banyak pemikiran pendidikan dalam dunia Islam.
 
Secara keseluruhan, Al-Ghazali telah memberi pengaruh yang sangat besar dalam membentuk pemikiran intelektual dan spiritual dunia Islam. Karyanya yang mengintegrasikan akal, wahyu, dan moralitas masih terus dipelajari dan dihormati hingga saat ini.

Pemikiran tentang politik oleh Imam Ghozali

 
Al Ghazali mementingkan ilmu dan adab yang benar dalam berpolitik. Dengan ilmu dan adab yang benar, akan melahirkan pemerintahan yang baik, termasuk unsur unsur yang sangan penting seperti keadilan, transperasi dan integrasi. 

konsep politik menut Imam Al Ghazali di tulis didalam kitab karya beliau yaitu “Ihya Ulumuddin”. Dalam kitab tersebut Imam Al Ghazali membangun sebuah argumentasi dari hal hal yang sangat fundamental.  

Tujuan politik menurutnya adalah untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera bagi semua masyarakat, baik di kehidupan dunia maupun kelak di akhirat nanti.

Pemikiran tentang Ekonomi oleh Imam Ghozali


Al-Ghazali menekankan bahwa niat yang baik, kejujuran, dan keadilan harus menjadi dasar dalam setiap transaksi ekonomi. Baginya, tujuan utama ekonomi bukan hanya keuntungan materi, tetapi juga keberkahan dan ridha Allah. 

Prinsip-prinsip itu, mencakup keadilan, transparansi, dan larangan terhadap penipuan dalam setiap bentuk muamalah, yang pada gilirannya menciptakan keseimbangan antara kesejahteraan duniawi dan ukhrawi. 

Di zaman sekarang, kemajuan teknologi dan era globalisasi semakin mempercepat dalam membawa perubahan, khususnya pada pertumbuhan ekonomi. 

Etika dan moralitas sering kali tersisihkan dalam mengejar keuntungan materi. Dalam bermu’amalah harus didasari pada etika dan moralitas. 

Konsep ini sangat relevan dengan kondisi saat ini, di mana sering kali nilai-nilai moral dan etika diuji dalam dunia bisnis yang cenderung menuntut keuntungan yang lebih cepat dan lebih besar tanpa memperhatikan dampak sosial dan lingkungan. 

Hal ini membuat perlu adanya pengingat mengenai pentingnya nilai-nilai moralitas dalam kehidupan bermu’amalah, terutama dalam konteks ekonomi. 

Pemikiran tentang Filsafat di era Imam Ghozali


Perkenalan Imam Ghazali dengan Filsafat dimulai sejak ia hijrah ke Bagdad, kisaran tahun 1091 M. Selain menjadi guru besar di bidang keagamaan (terutama fikih dan ilmu kalam) di Bagdad, ia banyak mempelajari karya-karya filsuf Yunani seperti Plato, Aristoteles, dan Plotinus


Dalam kitab yang beliau kqrang kitab al-Tahafut al-Falasifah. Dalam kitab ini Imam Ghazali merinci sekitar dua puluh permasalahan filsafat yang bertolak belakang dengan hukum agama. 

Sebelum mengarang Tahafut, Imam Ghazali terlebih dahulu menyusun karya mengenai tujuan dan kaidah-kaidah dalam dunia filsafat, yakni dalam kitab Maqashid al-Falasifah (Maksud-maksud filsafat). 

Permasalahan yang ditemui Imam Ghazali saat berada di Bagdad adalah menyangkut persoalan agama dan filsafat. 

Pertentangan di antara keduanya yakni terkait dengan  ketuhanan, penciptaan, takdir, dan rasionalitas. Imam Ghazali mengatasi konflik keduanya dengan menyatakan bahwa filsafat itu berguna dan benar, sejauh diletakkan dalam kerangka agama dan hukum-hukum Islam. Tegasnya, filsafat tidak boleh melewati, mengenyampingkan, dan berada di luar hukum yang sudah baku dalam Al-Qur'an. 

20 tema dalam filsafat yang menjadi sasaran kritik Imam Ghazali dalam kitab Al-Tahafut al-Falasifah yang menyangkut konsep penciptaan alam, mengenai wujud Tuhan, serta masalah akhirat. Imam Ghazali memandang filsafat terbagi menjadi enam: ilmu matematika, logika, ilmu alam (fisika), teologi (metafisika), politik (termasuk ekonomi), dan etika. 

Seiring perjalanan waktu semua ilmuan menjunjung tinggi karya dan pemikiran Imam Ghozali bahwa Teori ilmiah beliau sangat relevan untuk di paraktekan di era sekarang .

Iklan ads