Iklan

Iklan feed

,

Iklan

Sekilas Isi Buku " Islam Sontoloyo " Karya Ir. Soekarno, Buah Pemikiran Agresif Tentang Penganut Islam

Naratawa
Selasa, 10 Juni 2025, Juni 10, 2025 WIB Last Updated 2025-06-11T04:25:35Z

Naratawa.id - SOEKARNO, selain dikenal sebagai Sang Proklamator, Presiden Pertama RI dan berbagai gelar yang disandangnya kemudian, juga merupakan seorang pemikir dan intelektual Islam. 

Pikiran-pikirannya tentang pembaruan pemikiran Islam sangat berharga bagi khazanah pemikiran Islam di Indonesia.

Buku Islam sontoloyo, dan beberapa tulisan lain yang ada dalam buku ini, merupakan pikiran-pikirannya yang paling "ekstrim" dalam menggugat cara berpikir umat Islam Indonesia. 

Tulisan itu tidak saja menggemparkan dunia Islam Indonesia ketika itu, tapi bahkan telah menimbulkan polemik dengan tokoh-tokoh Islam sekitar Tahun 1930 - 1935 .

Dalam buku Islam Sontoloyo, Soekarno mengkritik kecenderungan pemberhalaan fiqh yang hakikatnya bukanlah dalil-dalil yang permanen, tetapi tafsir-tafsir manusia terhadapnya, sebagai biang kerok bagi kejumudan pemikiran keislaman itu.

Kopi Sontoloyo , Solusi Ngopi Nikmat Harga Pas , Jangan Biarkan Imajinasi Terhambat


Pemikiran-pemikiran kritis Bung Karno dalam buku ini adalah sebuah otokritik yang sangat relevan untuk kita kaji dan renungkan pada konteks kehidupan riil kita hari ini. 

Dalam buku itu Soekarno menekankan bahwa ketundukan jiwa kepada Allah adalah tiang keagamaan utama, bukan sekadar pemenuhan hukum-hukum fiqh. 

Tidak usah memerah wajah dan mendidih hati bila dari perspektif Bung Karno ini, ada sebagian gaya dan perilaku keislaman kita hari ini yang masih ternyata berkarakter Sontoloyo.

Konstruksi hukum Islam (fiqh) apapun itu, tetaplah semestinya di posisikan sebagai buah ijtihad yang tidak steril dari khazanah zaman, tempat, realitas, dan sekaligus kepentingan-kepentingan politis-kultural di dalamnya.

Dari catatan sejarah, kita bisa membaca betapa empat imam mazhab terbesar yang kita anut kini pada muasalnya saling terkait satu sama lain dalam silsilah keguruannya (sanad ilmu). 

Dalam buku itu Juga Bung Karno Menjelaskan , Bahwa kekunoan islam, ketakhayulan islam dapat meninabobokkan umat Islam itu sendiri dalam mengikuti kemajuan zaman yang tak terelakkan. 

Misal, orang yang berdiam diri dalam masjid (bertafakur) lebih baik dari pada beribadah satu tahun. 

Sentimen ini yang menyebabkan manusia Islam justru memilih jalan yang tidak ekstrim dan lebih menempa diri dalam zona aman menganggap bahwa hanya dengan berdiam diri dan beribadah di masjid, potensi masuk surga tidak sulit-sulit amat.

Padahal, Islam sendiri menekankan sifat gerak spiritual dan sosial yang rohamatallilalamin, namun melihat zaman saat ini, Islam malah seolah mempertotonkan arogansi kelembagaanya, bukan sikap individu dan sosialnya ini mengingatkan manusia Islam sekali lagi, mengingatkan manusia Islam. 



Dari sini, manusia Islam harus berubah. Berubah menjadi Ibu dari segala agama, bukan menjadi Ibu tiri yang justru malah membunuh kepala keluarga.

Islam harus menajadi nyawa atas jiwa-jiwa manusia seluruhnya dapat dikatakan, peristiwa pilu bom Bali setidaknya memberi pelajaran kepada umat manusia baik yang beragama atau tidak, bahwa dalam menjalankan visi dan misi termotivasi satu doktrin (jihat) tidak melulu dapat menjunjung agama tuhan dan kemurnian manusia, namun sebaliknya justru potensi kebencian tuhan terhadap manusia lebih leluasa. 

Jihat jaman now tidak lagi tentang menerapkan material, tetapi harus menerapkan sifat kasih sayang dan kerohanian sebagai identitas manusia bukan statusnya.

Dalam buku itu Bung karno Mengutip salah satu perkataan sastrawan turki di abad 20an .

“Maka benarlah perkataan Halide Edib Hanoum, bahwa Islam di Zaman akhir-akhir ini ‘bukan lagi pemimpin hidup, tetapi agama prokol-bambu’. Janganlah kita kira diri kita sudah mukmin, tetapi hendaklah kita insaf, bahwa banyak di kalangan kita yang Islamnya masih Islam Sontoloyo!”

-Bung Karno-


( ez/naratawa)
Baca Juga di Google News

Iklan ads